Ia menekankan, setiap individu berhak menjaga diri, menetapkan batas, dan menolak keputusan yang membahayakan kesehatan, mental, maupun keharmonisan rumah tangga.
Kasus ini kembali menegaskan bahwa isu poligami dan perselingkuhan tidak hanya persoalan hukum atau agama, tetapi juga menyangkut etika, komunikasi, dan tanggung jawab pasangan.
Ancaman “jajan” yang disampaikan Insanul Fahmi menjadi peringatan bagi publik bahwa rumah tangga tanpa kesepakatan dan komunikasi yang baik rentan mengalami konflik serius.(*)