MEDIALAMPUNG.CO.ID — Mantan Bupati Lampung Timur, Dawam Rahardjo, melalui tim kuasa hukumnya resmi mengajukan eksepsi atau nota keberatan terhadap surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Lampung.
Eksepsi tersebut disampaikan dalam sidang lanjutan perkara dugaan korupsi pembangunan pagar, taman, dan patung gajah di rumah dinas bupati tahun anggaran 2022 senilai Rp6,8 miliar.
Sidang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Tanjungkarang, Kamis (23 Oktober 2025), dipimpin Ketua Majelis Hakim Firman, dengan anggota hakim Ayanef Yulius dan Ahmad Baharudin Naim.
Dalam sidang sebelumnya, Kamis (16 Oktober 2025), JPU telah membacakan surat dakwaan terhadap empat terdakwa, yaitu Dawam Rahardjo, MDR, AS alias SWN, dan AC alias AGS.
BACA JUGA:Pemprov Lampung Matangkan Persiapan LEIF 2025, Siap Gaet Investor dari 46 Negara
Ketiga terdakwa selain Dawam menerima dakwaan tersebut, sementara Dawam melalui penasihat hukumnya langsung mengajukan keberatan.
Kuasa hukum Dawam, Sutarmin, usai persidangan menyatakan bahwa dakwaan jaksa tidak disusun secara cermat dan jelas sebagaimana diatur dalam hukum acara pidana.
“Surat dakwaan jaksa kami nilai tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap,” tegas Sutarmin kepada awak media.
Dalam nota keberatannya, tim penasihat hukum menyoroti penggunaan istilah hukum seperti “menyuruh melakukan” dan “perintah” yang dinilai memiliki makna berbeda namun tidak dijelaskan secara rinci dalam surat dakwaan.
BACA JUGA:Kejati Lampung Periksa Dua Saksi Terkait Dugaan Korupsi Proyek SPAM Pesawaran
Selain itu, unsur kerugian negara juga menjadi poin keberatan. Menurut Sutarmin, jaksa boleh menghitung potensi kerugian negara, namun penetapan nilai kerugian yang pasti harus mengacu pada lembaga resmi yang ditunjuk pemerintah.
“Kerugian negara itu harus ditetapkan berdasarkan lembaga resmi, bukan sekadar perhitungan jaksa,” ujarnya menegaskan.
Tim kuasa hukum juga menyoroti bagian dakwaan yang menyebut adanya penerimaan uang oleh terdakwa. Menurut mereka, jaksa tidak merinci waktu, tempat, maupun bentuk nominal uang yang dimaksud.
“Tidak dijelaskan kapan peristiwa itu terjadi, di mana lokasinya, dan bagaimana pecahan uangnya — apakah dalam bentuk ratusan, ribuan, atau lainnya. Semua masih kabur,” tambahnya.
BACA JUGA:Pemkot Bandar Lampung Perketat Pengawasan Retribusi Pasar Gudang Lelang