MEDIALAMPUNG.CO.ID - Setiap manusia di dunia memiliki pola sidik jari yang berbeda, bahkan pada kembar identik sekalipun.
Garis-garis halus di ujung jari ini bukan sekadar bagian dari tubuh, melainkan identitas biologis unik yang telah menjadi kunci penting dalam dunia keamanan, forensik, hingga penelitian genetika.
Namun, bagaimana sebenarnya sidik jari terbentuk? Dan mengapa tidak ada dua orang yang memiliki pola yang sama?
Sidik jari mulai terbentuk sejak janin berusia sekitar 10 hingga 15 minggu dalam kandungan.
BACA JUGA:Mengungkap Sisi Gelap AI: Risiko dan Tantangan Masa Kini
Proses ini dipengaruhi oleh faktor genetik dan kondisi lingkungan di dalam rahim, seperti tekanan cairan ketuban dan posisi janin.
Perpaduan inilah yang menyebabkan setiap individu memiliki pola unik — bahkan saudara kembar pun berbeda. Struktur sidik jari terdiri dari pola lengkung (arch), lingkaran (loop), dan pusaran (whorl).
Pola ini tidak berubah seumur hidup, meskipun kulit tergores atau tumbuh kembali, karena pola tersebut berasal dari lapisan kulit bagian dalam (dermis).
Sejak abad ke-19, sidik jari menjadi alat identifikasi manusia yang paling akurat dalam dunia kepolisian dan forensik.
BACA JUGA:Mengenal Lubang Hitam: Misteri Raksasa di Alam Semesta
Setiap garis, titik, dan lengkungan di ujung jari terekam dalam bentuk pola biometrik yang tak mungkin ditiru secara sempurna.
Dalam penyelidikan kejahatan, sidik jari yang tertinggal di tempat kejadian dapat diidentifikasi melalui database otomatis (AFIS — Automated Fingerprint Identification System).
Dengan teknologi ini, petugas mampu mencocokkan pola hanya dalam hitungan detik. Kini, sidik jari tidak hanya digunakan untuk mengungkap kejahatan.
Teknologi modern telah memanfaatkannya dalam sistem keamanan digital, seperti pemindai sidik jari pada smartphone, brankas, dan akses gedung perkantoran.
BACA JUGA:Apa Itu Kiamat Kosmik?