
Namun, di sisi hilir, pengelolaan niaga gas dan LNG masih menghadapi tantangan serius. Proses birokrasi yang panjang dan tumpang tindih—dari SKK Migas, BPH Migas hingga pemerintah daerah—menjadi hambatan besar bagi efisiensi dan minat investasi.
Reformasi regulasi menjadi kunci agar sistem niaga gas nasional dapat berjalan lebih transparan, cepat, dan menarik bagi para pelaku usaha.
Selain regulasi, aspek harga juga perlu menjadi perhatian utama. LNG domestik harus mampu bersaing dengan LPG impor agar industri dan rumah tangga terdorong untuk beralih.
Pemerintah perlu memastikan skema harga jangka panjang yang stabil, serta memberikan dukungan berupa insentif fiskal dan non-fiskal.
BACA JUGA:Xiaomi Kucurkan Rp 1,4 Triliun untuk Ekspansi Bisnis Otomotif, Siap Produksi Massal Mobil Listrik
Hal ini penting untuk mendorong pembangunan infrastruktur pendukung seperti Floating Storage Regasification Unit (FSRU), mini LNG plant, hingga micro-regasification.
Partisipasi sektor swasta pun menjadi faktor kunci dalam mewujudkan ekosistem LNG nasional.
Dunia usaha, terutama yang bergerak di sektor energi, logistik, dan industri, memiliki peran penting tidak hanya sebagai konsumen, tetapi juga sebagai investor dan mitra aktif pemerintah.
Pemanfaatan LNG di sektor transportasi logistik, pembangkit lepas pantai, dan kawasan industri di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) dapat menjadi contoh konkret yang dapat segera diimplementasikan.
BACA JUGA:Musim Kemarau 2025 Mundur, Durasi Lebih Pendek dari Tahun Lalu
Indonesia sejatinya tidak kekurangan sumber daya energi. Yang dibutuhkan adalah arah kebijakan yang konsisten, terintegrasi, serta keberanian untuk melepaskan diri dari ketergantungan pada impor.
LNG dan gas bumi hadir sebagai solusi nyata dalam menjawab tantangan tersebut. Dalam upaya menuju kemandirian, infrastruktur gas menjadi pilar penting untuk memastikan kedaulatan energi nasional tetap kokoh meski dunia tengah bergejolak. (*)