Menjejak Puncak Cartenz: Keajaiban Salju Abadi di Tanah Papua
Puncak Cartenz-foto instagram@munadi_04-
MEDIALAMPUNG.CO.ID - Di ujung timur Indonesia, tersembunyi sebuah mahakarya alam yang jarang tersentuh.
Di tengah gugusan Pegunungan Jayawijaya, berdiri tegak Puncak Cartenz—atap tertinggi di Indonesia dan satu-satunya puncak bersalju di garis khatulistiwa.
Dengan ketinggian mencapai 4.884 meter di atas permukaan laut, Cartenz menjadi saksi bisu kemegahan bumi Papua dan ketangguhan para penakluknya.
Fenomena salju di tanah tropis menjadi daya tarik tersendiri bagi dunia. Di sinilah keajaiban alam terjadi—di tengah udara lembap dan hutan hujan Papua, berdiri puncak bersalju yang menantang logika.
BACA JUGA:Taman Nasional Aketajawe–Lolobata, Wisata Alam Eksotis di Jantung Halmahera
Cartenz Pyramid, demikian sebutannya di kalangan pendaki internasional, menjadi bagian dari Taman Nasional Lorentz yang ditetapkan UNESCO sebagai warisan dunia.
Puncak ini bukan sekadar gunung, melainkan simbol dari kekayaan geologi dan keanekaragaman hayati Nusantara.
Dari puncaknya, hamparan awan menyelimuti lembah, sementara tebing-tebing batu kapur berdiri kokoh bagai tembok raksasa yang melindungi rahasia alam timur Indonesia.
Nama “Carstensz” berasal dari Jan Carstensz, pelaut Belanda yang pada 1623 melaporkan keberadaan gunung bersalju di dekat garis khatulistiwa.
BACA JUGA:Keindahan Bukit Merese, Surga Hijau di Ujung Selatan Pulau Lombok
Laporannya sempat diragukan, hingga lebih dari tiga abad kemudian terbukti benar. Heinrich Harrer, pendaki asal Austria, menjadi salah satu orang pertama yang mencapai puncaknya pada 1936. Sejak saat itu, Cartenz menjadi incaran pendaki dunia.
Namun bagi masyarakat asli Papua, gunung ini lebih dari sekadar medan pendakian. Mereka meyakini Puncak Cartenz sebagai tempat suci, kediaman roh para leluhur.
Setiap tahun, masyarakat adat menggelar ritual untuk menjaga harmoni antara manusia dan alam. Pendaki yang datang pun diminta menghormati adat, menjaga kesopanan, dan tidak sembarangan mengambil sesuatu dari kawasan tersebut.
Bagi mereka, gunung ini bukan hanya tanah, batu, dan es—melainkan warisan spiritual yang harus dijaga selamanya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:





